Kerajaan Buleleng
Kerajaan
Buleleng merupakan Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang
pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa.
Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan
Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng
tereletak dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering disinggahi
kapal-kapal.
a.
Kehidupan
Politik
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri
Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan
keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menklukan Kerajaan Tarumanegara di
Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi
ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng
diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga,
Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang nantinya Airlangga akan menjadi raja
terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura
Batu Madeg, Raja Udayan menjlain hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa
Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya
Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh
putranya Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja
sebagai sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi rakyatnya.
Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu
peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi
(Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya yaitu
Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Ia
berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan
dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja
Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat yang disebut pakirankiran I jro
makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan tafsirandan nasihat kepada raja
atas berbagai permasalahan yang muncul.
b.
Kehidupan
Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng
bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan masyarakat Buleleng dapat
dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah
yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah
kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.
Perdagangan antarpulau di Buleleng juga
sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang
bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng.
Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam prasasti Lutungan
disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda
dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa
perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar
sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.
c.
Kehidupan
Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasu kehidupan
masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam
masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa
bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada
masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang.
Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha
di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat
peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan
brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng
menganut agama Hindu Waesnawa.
d.
Kehidupan
Sosial Budaya
Dalam kehidupan sosial, masyarakat
Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai
pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai
berikut
-
Terdapat pembagian golongan/kasta dalam
masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
-
Masing-masing golongan mempunyai tugas
dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan
-
Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya
beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga
dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata,
perhiasan dan lain-lain.
Dari ketiga hal diatas dapa kiata ambil kesimpulan sebagi berikut
1. Kehidupan sosial masyarakat Bali sudah teratur dan rapi
2. Sudah ada system pembagian kerja
Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
Dari ketiga hal diatas dapa kiata ambil kesimpulan sebagi berikut
1. Kehidupan sosial masyarakat Bali sudah teratur dan rapi
2. Sudah ada system pembagian kerja
Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
TULANG BAWANG
Ketika
ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang masih
tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari
logam besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan
masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus
bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu
pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan
produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan
sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan
data.
b. Kehidupan Agama
Sungguhpun
kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh Agama Islam yang sudah
berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu nampaknya sampai pada
dewasa ini masih belum juga dapat dikuras habis.
Dimana-mana
lebih-lebih di Kampung-kampung dan dipedalaman hal ini masih dipraktekkan oleh
Rakyat disana. Mereka masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih
bekerja masih tetap mengawasi anak-cucunya dimana saja berada.
Mereka
masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu
dan penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.
c. Kehidupan Ekonomi
Semua
alat-alat pertanian seperti : pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi, demikian
juga alat senjata : tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini dari besi?
Diatas telah penulis singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I TSING pernah
mengadakan pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang Bawang, bahwa
didapatinya Rakyat disana sudah maju, pandai membuat gula dan membuat besi.
Jelas
disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-senjata dari
besi adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang asalnya, malahan di
Pagar Dewa sekarang ini masih ada pandai besi (tukang membuat senjata) badik,
keris, dan sebagainya. Malahan menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada
orang tersebut, orang Kalianda mengakui atas kebenaran ini, mereka punya
bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya tepaannya.bahkan di Lampung
pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-senjata ini yang dikenal hanya Pagar
Dewalah tempat pembuatan sarung badik yang terbaik, berita ini sampai sekarang
masih disebut-sebut.
d. Kehidupan Politik
Struktur
pemerintahan Kerajaan Tulang Bawang belum didapat datanya. Berikut ini akan
dibahas tentang bagaimana sistem pemerintahan daerah Tulang Bawang pada masa
pra-kemerdekaan, yaitu ketika daerah ini menjadi bagian dari pemerintahan
Hindia Belanda. Pada tanggal 22 November 1808, pemerintahan Kesiden Lampung
ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda berada di bawah pengawasan langsung
Gubernur Jenderal Herman Wiliam. Hal ini berakibat pada penataan ulang
pemerintahan adat yang kemudian dijadikan alat untuk menarik simpati
masyarakat. Pemerintah Hindia Belanda di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal
Herman Wiliam kemudian membentuk Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala
Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang Bawang dibagi ke dalam tiga kebuayan, yaitu
Buay Bulan, Buay Tegamoan, dan Buay Umpu. Pada tahun 1914, dibentuk kebuayan
baru, yaitu Buay Aji.
Namun, sistem
ini tidak berjalan lama karena pada tahun 1864 mulai dibentuk sistem Pemerintahan
Pesirah berdasarkan Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864.
Sejak saat itu, pembangunan berbagai fasilitas yang menguntungkan kepentingan
Hindia Belanda mulai dibangun, termasuk di Tulang Bawang. Ketika Kesiden
Lampung dijajah oleh Jepang, tidak banyak hal yang berubah. Setelah Indonesia
merdeka, Lampung ditetapkan sebagai keresidenan dalam wilayah Provinsi Sumatera
Selatan. Setelah Indonesia merdeka, banyak terjadi perubahan sistem
pemerintahan Lampung. Bahkan, sejak pemekaran wilayah provinsi marak terjadi di
era otonomi daerah, Lampung ditetapkan sebagai wilayah provinsi yang terpisah
dari Provinsi Sumatera Selatan. Sejak saat itu, status Menggala ditetapkan
sebagai Kecamatan Menggala di bawah naungan Provinsi Lampung Utara.
Sejarah
Kabupaten Tulang Bawang tidak berdiri begitu saja, melainkan melalui proses
pertemuan penting antara sesepuh dan tokoh masyarakat bersama dengan pemerintah
yang diadakan sejak tahun 1972. Pertemuan tersebut merencanakan pembentukan
Provinsi Lampung menjadi sepuluh kabupaten/kota. Pada tahun 1981, Pemerintah
Provinsi Lampung kemudian membentuk delapan Lembaga Pembantu Bupati, yang salah
satunya adalah Bupati Lampung Utara Wilayah Menggala. Berdasarkan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No.821.26/502 tanggal 8 Juni 1981, dibentuk wilayah kerja
Pembantu Bupati Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Utara Wilayah
Provinsi Lampung.
Melalui proses
yang begitu panjang, akhirnya keberadaan Kabupaten Tulang Bawang diputuskan
melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Maret 1997. Sebagai
tindak lanjutnya, keputusan tersebut dikembangkan dalam UU No. 2 Tahun 1997
tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Tingkat II
Tagamus.
KOTA KAPUR
Pusat
kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari
sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan
arca-arca batu, di antaranya yaitu dua buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan
arca-arca Wisnu yang ditemukan di daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka,
dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7
masehi.
Sebelumnya,
di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan
Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula
peninggalan - peninggalan lain yaitu di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah
arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut
nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa,
seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Temuan
lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng
pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan
tanah, masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan
ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan
masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah
dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula
dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.
Penguasaan
Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya
mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau
Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai
pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu
itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka
berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
TRADISI HINDU BUDHA DI SEKITAR
- Rasulan adalah sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak lama bagi masyarakat kabupaten Gunungkidul dan sekitarnya. Biasanya di tempat lain tradisi ini di sebut dengan tradisi merti dusun atau merti desa. Rasulan diadakan setelah selesai melakukan panen dan merupakan acara yang diadakan oleh masyarakat sebagai ungkapan syukur atas panen yang diberikan oleh Sang Pemberi rejeki. Biasanya kegiatan rasulan ini diselenggarakan per pedukuhan/ dusun dengan waktu pelaksanaan yang berbeda- beda.
- Kenduren/ selametan adalah tradisi yang sudaah turun temurun dari jaman dahulu, yaitu doa bersama yang di hadiri para tetangga dan di pimpin oleh pemuka adat atau yang di tuakan di setiap lingkungan, dan yang di sajikan berupa Tumpeng, lengkap dengan lauk pauknya. Tumpeng dan lauknya nantinya di bagi bagikan kepada yang hadir yang di sebut Carikan ada juga yang menyebut dengan Berkat.
- Tradisi selapanan sering dikenal dalam adat jawa. Tradisi Selapanan adalah suatu bentuk upacara selamatan kelahiran yang diselenggarakan pada waktu bayi telah berusia 35 hari, dan diisi dengan upacara pencukuran rambut dan pemotongan kuku jari bayi. Tidak jarang tradisi selapan ini dibarengi dengan prosesi aqiqah. Padahal aqiqah sendiri adalah ajaran Islam, yaitu penyembelihan hewan qurban berupa kambing pada hari ke tujuh dari kelahiran anak, untuk laki-laki 2 ekor kambing dan 1 ekor kambing untuk perempuan.namun pada kebanyakan masyarakat jawa yang mengadakan acara selapan dibarengi aqiqah dilakukan pada 35 hari setelah bayi lahir. dan pelaksanaan itu sendiri disesuaikan dengan hari weton yang berasal dari penanggalan Jawa yaitu: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing dengan mengadakan kenduri. Upacara Selapanan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi.
REFERENSI
Buku Paket
http://pujel.blogspot.com/2014/03/kehidupan-kerajaan-buleleng.html
http://melayuonline.com/ind/history/dig/408/kerajaan-tulang-bawang
http://hendrinunyai.blogspot.com/2011/12/kerajaan-tulang-bawang-sebelum-islam.html
http://indonesiantourcountry.blogspot.com/2012/06/kendurenan-jawa-tengahperwujutan-rasa.html
http://ceritapetualangan.blogspot.com/2009/01/tradisi-rasulan.html
http://buihkata.blogspot.com/2014/08/sejarah-singkat-kerajaan-kota-kapur.html
http://joejopramudian.blogspot.com/2012/04/tradisis-selapanan.html
2 komentar:
Artikelnyanya bagus gan, smoga artikel saya dapat saling melengkapi
.
MARKIJAR.Com - Kerajaan Tulang Bawang
Assalamualaikum matur suon
Posting Komentar